TEMPO Interaktif, Jakarta - Setahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono kemarin diwarnai unjuk rasa di berbagai daerah. Di Ibu Kota, seorang mahasiswa tertembak di kaki saat para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Polisi juga mencokok dua orang yang diduga sebagai provokator dari depan Istana Presiden.
Pelor menyengat betis kiri Farel Restu, 21 tahun, mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK), sekitar pukul 15.30. Menurut koordinator aksi, Alit, ada polisi yang sengaja mengarahkan tembakan ke arah mahasiswa pada saat polisi melepaskan tembakan peringatan. "Kami mau kasus penembakan ini diproses," kata mahasiswa UBK ini.
Farel langsung menjalani operasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Menurut dokter yang merawatnya, ia diduga ditembak dengan peluru tajam. "Bukan peluru karet," ujarnya seraya menutupi identitas.
Kepolisian meminta maaf atas insiden pada pukul 15.30 WIB itu. "Para korban akan dirawat sampai sembuh atas tanggungan kami," ujar Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Besar Andry Wibowo, di lokasi unjuk rasa.
Sebelumnya, polisi menangkap tiga mahasiswa di Jalan Kimia yang diduga menyerang polisi, ketika seratusan demonstran dari Aliansi Keluarga Besar Universitas Bung Karno, Stimik, BSI, FM Husnu, dan UIN Syarif Hidayatullah diminta jangan menutup Jalan Diponegoro ke arah Salemba. Namun polisi telah melepaskan ketiganya.
Selain di Jalan Diponegoro, unjuk rasa di Jakarta terkonsentrasi di Bundaran Hotel Indonesia dan di depan Istana Negara. Jumlah demonstran menurut perkiraan polisi sekitar 2.000 orang.
Di depan Istana Negara, polisi menangkap dua orang karena memprovokasi demonstran dengan melemparkan con-block ke arah polisi dan menarik pagar kawat berduri. "Tapi secara umum unjuk rasa berlangsung relatif aman," kata Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Sutarman di depan Istana.
Di Bogor dan Gorontalo, pengunjuk rasa menyetop mobil-mobil berpelat merah. Beberapa kendaraan itu dirusak. Mereka menilai Yudhoyono gagal menyelesaikan kasus-kasus penting, seperti skandal Bank Century dan lumpur Lapindo. Aksi berakhir ricuh. Protes juga berlangsung di Kupang, Samarinda, Palu, Makassar, Medan, Balikpapan, Jambi, Lampung, Palembang, Denpasar, Pamekasan, Malang, Surabaya, Jember, Semarang, Purwokerto, Yogyakarta, Bandung, dan Tasikmalaya.
Menurut Presiden Yudhoyono, beberapa demonstrasi di banyak daerah itu bukan spontanitas, melainkan didesain. "Jangan ada dusta di antara kita," ujarnya kepada radio Elshinta di Kantor Presiden kemarin pagi. Namun ia tak menyebutkan siapa yang mendesain dan berdusta itu.
Presiden berpendapat, demokrasi di Indonesia memang sedang mencari bentuk. Tapi kritik dan kecaman terhadap pemerintah mesti disampaikan tanpa melanggar hukum etika dan tata krama. "Demokrasi yang dikehendaki bukan lautan fitnah, anarkis, merusak yang kita bangun."
Tim Tempo
Pelor menyengat betis kiri Farel Restu, 21 tahun, mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK), sekitar pukul 15.30. Menurut koordinator aksi, Alit, ada polisi yang sengaja mengarahkan tembakan ke arah mahasiswa pada saat polisi melepaskan tembakan peringatan. "Kami mau kasus penembakan ini diproses," kata mahasiswa UBK ini.
Farel langsung menjalani operasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Menurut dokter yang merawatnya, ia diduga ditembak dengan peluru tajam. "Bukan peluru karet," ujarnya seraya menutupi identitas.
Kepolisian meminta maaf atas insiden pada pukul 15.30 WIB itu. "Para korban akan dirawat sampai sembuh atas tanggungan kami," ujar Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Besar Andry Wibowo, di lokasi unjuk rasa.
Sebelumnya, polisi menangkap tiga mahasiswa di Jalan Kimia yang diduga menyerang polisi, ketika seratusan demonstran dari Aliansi Keluarga Besar Universitas Bung Karno, Stimik, BSI, FM Husnu, dan UIN Syarif Hidayatullah diminta jangan menutup Jalan Diponegoro ke arah Salemba. Namun polisi telah melepaskan ketiganya.
Selain di Jalan Diponegoro, unjuk rasa di Jakarta terkonsentrasi di Bundaran Hotel Indonesia dan di depan Istana Negara. Jumlah demonstran menurut perkiraan polisi sekitar 2.000 orang.
Di depan Istana Negara, polisi menangkap dua orang karena memprovokasi demonstran dengan melemparkan con-block ke arah polisi dan menarik pagar kawat berduri. "Tapi secara umum unjuk rasa berlangsung relatif aman," kata Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Sutarman di depan Istana.
Di Bogor dan Gorontalo, pengunjuk rasa menyetop mobil-mobil berpelat merah. Beberapa kendaraan itu dirusak. Mereka menilai Yudhoyono gagal menyelesaikan kasus-kasus penting, seperti skandal Bank Century dan lumpur Lapindo. Aksi berakhir ricuh. Protes juga berlangsung di Kupang, Samarinda, Palu, Makassar, Medan, Balikpapan, Jambi, Lampung, Palembang, Denpasar, Pamekasan, Malang, Surabaya, Jember, Semarang, Purwokerto, Yogyakarta, Bandung, dan Tasikmalaya.
Menurut Presiden Yudhoyono, beberapa demonstrasi di banyak daerah itu bukan spontanitas, melainkan didesain. "Jangan ada dusta di antara kita," ujarnya kepada radio Elshinta di Kantor Presiden kemarin pagi. Namun ia tak menyebutkan siapa yang mendesain dan berdusta itu.
Presiden berpendapat, demokrasi di Indonesia memang sedang mencari bentuk. Tapi kritik dan kecaman terhadap pemerintah mesti disampaikan tanpa melanggar hukum etika dan tata krama. "Demokrasi yang dikehendaki bukan lautan fitnah, anarkis, merusak yang kita bangun."
Tim Tempo
0 komentar:
Posting Komentar