Selamat datang di blog ini, silakan menikmati informasi yang kami sajikan untuk anda silakan Klik Iklan di bawah ini
readbud - get paid to read and rate articles
Berita Terhangat ada disini

Rabu, 13 Oktober 2010

“Jangan Makan 3 Kali Sehari” Indomie

Jakarta-HARIAN BANGSA
Penarikan Idomei dari Taiwan menimbulkan reaksi yang luar biasa di masyarakat. Mereka bertanya-tanya, benarkah sedemikian berbahaya bahan dalam kecap tersebut?
Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Sri Rahayu menganjurkan masyarakat agar jangan makan mie untuk sarapan, makan siang dan makan malam alias jangan sampai makan mi instan sampai tiga kali sehari.
"Kita juga harus makan buah dan sayur," tutur Endang di Kantor Kementerian Kesehatan, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (12/10).
Dia menjelaskan jika tidak masalah panganan olahan tersebut mengandung sedikit bahan kimia. Menurutnya, makanan itu masih layak dimakan. Seperti halnya BPOM, dia juga tidak bisa menjelaskan mengapa mi instan Indonesia ditarik oleh Pemerintah Taiwan dari pasarannya.
"Mungkin mereka punya peraturan yang berbeda, selain itu kita tidak ada hubungan diplomatik dengan mereka jadi kita sulit mengetahui alasannya," jelasnya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan kandungan bahan pengawet makanan jenis Nipagin yang ada dalam kecap mie instan masih aman untuk dikonsumsi.
"Saya tegaskan makan mi instan aman," kata Endang Sri Rahayu.
Dia menjelaskan Nipagin adanya dikecap bukan di minyak. "Penggunaan Nipagin yang dibolehkan didunia internasional menurut peraturan Codex yaitu 1.000 mg per kg produk," terangnya.
Sedangkan di Indonesia, lanjutnya, dimbil batas yang lebih aman 250 mg per kg per produk. Sedangkan dalam produk mi instan kita satu kecap hanya mengandung satu mg Nipagin. Dia juga mengatakan Nipagin tidak hanya digunakan dalam kecap tapi juga dalam makanan lainnya.
"Kenapa ada di Codex karena dipakai buat makanan lainnya," teragnya.
"Saya sudah tanyakan ke ahli pangan, bahwa orang masih aman mengkonsumsi Nipagin 10 mg per kg berat badan," imbuhnya.
Pandangan yang berbeda disampaikan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). YLKI berpendapat,  pemerintah seharusnya bisa meninggikan standar untuk kandungan bahan kimia dalam produk olahan, seperti mi instan menjadi nol persen.
Kasus penarikan mi instan produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) di Taiwan, menyadarkan masyarakat bahwa ternyata produk mi instan di Indonesia mengandung bahan kimia berbahaya.
Indomie telah ditarik di pasar Taiwan karena mengandung bahan kimia methyl phdroxybenzoate. Pasalnya, bahan kimia ini tidak diperbolehkan di Taiwan, beda seperti Indonesia yang diperbolehkan hingga 250 miligram per kg produk.
"Kalau negara lain bisa menerapkan nol persen bahan kimia methyl phdroxybenzoate, kenapa kita (Indonesia) tidak bisa?" tegas Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Husna Zahir di Jakarta, Selasa (12/10).
Dia menjelaskan, peraturan mengenai bahan kimia ini telah distandardkan oleh Codex Alimentarius Commission, badan internasional yang membuat aturan tentang kandungan bahan kimia yang menjadi standard acuan minimal untuk kandungan bahan kimia di produk olahan.
Tapi, Husna menegaskan, implementasi standardisasi di setiap negara itu bisa disesuaikan oleh kondisi negara tersebut. Misalnya, Taiwan yang bisa menerapkan nol persen untuk methyl phdroxybenzoate untuk produk olahan, termasuk mi instan.
Dia menyebutkan seharusnya pemerintah membuat standar minimal bahan kimia berdasarkan beberapa faktor, yakni terkait dengan kajian risiko bagi masyarakat yang merupakan konsumen, serta pola konsumsi masyarakat atas produk terkait.
"Tapi yang kita harapkan itu yang minimal (bahan kimianya). Yang diminimalkan itu yang kita harapkan. Pasalnya, pola konsumsi masyarakat kita juga cenderung menggunakan bahan makanan produk olehan cukup tinggi, seharusnya pemerintah melihat itu," tukas Husna.
Direktur Indofood CBP Taufik Wiraatmadja menjelaskan pihaknya sebenarnya telah memenuhi  syarat untuk ekspor ke Taiwan, yang berarti Indofood bisa memproduksi mi instan tanpa kandungan bahan kimia yang berbahaya. Perseroan pun mengklaim mi instan yang ditarik itu bukan diperuntukan untuk Taiwan.
"Kalau Indofood bisa memproduksi mi instan tanpa bahan kimia itu (methyl phdroxybenzoate) untuk Taiwan, kenapa Indofood tidak bisa memproduksi mi tanpa bahan kimia itu untuk kita sendiri (Indonesia)," jelas Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Husna Zahir saat berbincang dengan okezone di Jakarta, Selasa (12/10).
"Seharusnya Indofood bisa memproduksi mi instan dengan standard yang tinggi untuk kita (Indonesia). Nah, Taiwan yang menstandardkan nol persen saja bisa dipenuhi, dan untuk Indonesia yang minimal 250 miligram per kg produk juga bisa dipenuhi, begitu juga untuk negara-negara lain. Kenapa tidak dibuat sama semua nol persen oleh Indofood, sehingga untuk kita (Indonesia) juga bisa di nol persen-kan," tegas dia.
Pemerintah Indonesia akan melakukan protes bila diketahui ada indikasi persaingan dagang yang tidak sehat dari permasalahan Indomie di Taiwan.
“Jika itu (persaingan dagang yang tidak sehat) terjadi, kita patut menyampaikan protes,” tegas Menko Perekonomian Hatta Rajasa di Kantornya, Jakarta, Selasa (12/10).
Menurutnya pemerintah akan melakukan upaya untuk melindungi perusahaan nasional Indonesia, karena itulah pemerintah akan lebih adil dalam menentukan sikapnya terhadap permasalahan tersebut. “Saya ingin semua itu dilakukan secara adil dan fair,” ujarnya.
Sampai saat ini Hatta baru mengamati kasus tersebut lewat pemberitaan di media. Selain itu dia juga akan mencari tahu berita tentang atase perdagangan di Taiwan, untuk mengetahui apakah benar ada indikasi persaingan dagang yang terjadi dalam kasus tersebut. Dengan tegas dia juga mengatakan bahwa atase perdagangan harus disampaikan secara benar.
“Jangan sampai saya mengikuti berita atase perdagangan kita disana mengatakan itu terindikasi adanya persaingdan dagang,” tegasnya.
Mengenai hal ini, Hatta akan mempertanyakan permasalahan ini kepada Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan mendorong mendag untuk mengeluarkan statement sebagai respon terhadap pemberitaan media yang beredar saat ini.
Perlindungan pemerintah terhadap perusahaan nasional ini menurutnya harus dilakukan oleh pemerintah, karena dengan adanya perusahaan tersebut dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat Indonesia.
“Mi itu kan banyak sekali produknya di dunia ini, tapi Indomie kita kan masuk ke pasar-pasar yang luar biasa diseluruh dunia dan meng-create lapangan kerja yang luar biasa,” jelasnya.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta kasus ditariknya mi instan Indomie dari pasar Taiwan diusut tuntas. Pemerintah dan perusahaan terkait diharapkan memberi kepastian berupa klarifikasi terkait penarikan Indomie yang sudah diekspor ke mancanegara tersebut.
"Apakah ini terkait persaingan usaha atau benar-benar bahan yang dikandung itu berbahaya bagi kesehatan manusia?" kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung di Senayan, Jakarta, Selasa (12/10).
Pramono menjelaskan, bila hasil uji Biro Keamanan Makanan dan Kesehatan Taiwan yang menyebut kandungan zat pengawet berbahaya benar adanya maka Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus bertanggung jawab.
"Tetapi kalau ini berkaitan dengan persaingan dunia usaha, maka pemerintah dalam hal ini perlu memberikan perlidungan atau proteksi kepada produk Indomie," sambungnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning mengatakan, komisinya akan memanggil pejabat BPOM lusa, Kamis 14 Oktober. Sementara pemanggilan terhadap Menteri Kesehatan masih akan dijadwalkan waktunya.
"Badan POM harus menjelaskan ini mengapa bisa terjadi seperti itu? Ini akan kita pertanyakan mengapa Indomie bisa seperti itu?" tandasnya.
Komisi IX DPR akan memanggil pejabat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kamis,14 Oktober terkait ditariknya mi instan Indomie, produk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) di Taiwan.
Ketua Komisi IX, Ribka Tjiptaning menjelaskan, komisi IX akan meminta penjelasan secara menyeluruh mengenai produk Indofood tersebut yang dianggap pemerintah Taiwan tidak memenuhi standar keamanan makanan di sana.
"Badan POM harus menjelaskan ini mengapa bisa terjadi seperti itu? Ini akan kita pertanyakan mengapa Indomie bisa seperti itu," kata Ribka di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, (12/10).
Ribka sendiri belum bisa memberi pendapat terkait kasus itu. Dari pemberitaan media massa, penarikan Indomie, kata dia, diduga dilatarbelakangi persaingan usaha.
"Apakah betul ini hanya persaingan atau apa dia harus bisa menjelaskan. Kalau memang persaingan dagang bagaimana bisa muncul zat-zat seperti itu yang membahayakan," sambungnya.



0 komentar:

Posting Komentar