Magelang (ANTARA) - Empat pengungsi akibat letusan Gunung Merapi melahirkan di Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sedangkan tiga lainnya masih menanti persalinan.
"Sehari setelah Merapi meletus, kami menangani empat persalinan, sedangkan tiga ibu hamil lainnya hingga saat ini masih menunggu kelahiran bayinya," kata Pelaksana Tugas Direktur RSUD Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dr Sasongko, di Magelang, Kamis.
Empat di antara tujuh ibu hamil yang bersalin di rumah sakit setempat, sehari setelah Merapi erupsi pada Selasa (26/10) petang itu adalah Mujiyati (29), warga Cabe Kidul, Kecamatan Srumbung dan Supriati (34), warga Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, masing-masing melahirkan bayi laki-laki dengan berat badan 3,2 kilogram dan 3,5 kilogram.
Budiati (23), warga Sumber, Kecamatan Dukun dan Sumini (39), warga Kamongan, Kecamatan Srumbung, masing-masing melahirkan bayi perempuan dengan berat badan 3,5 kilogram dan 2,5 kilogram.
Tiga ibu hamil yang masih menunggu persalinan di rumah sakit setempat masing-masing Priyanti, Narmi dan Muslimah, ketiganya warga Srumbung.
Ia mengatakan, Muslimah dengan usia kehamilan 27 minggu terjatuh saat mengungsi sehingga kandungannya sempat mengalami kontraksi.
"Pasien kemudian mendapat perawatan intensif dan saat ini kondisinya sudah stabil," katanya.
Pada kesempatan itu ia juga mengatakan, hingga saat ini pihaknya telah merawat sebanyak 92 pasien korban erupsi Merapi.
Sebanyak 46 di antara para pasien itu, katanya, telah pulang sedangkan 41 pasien masih dirawat dan seorang meninggal dunia yakni bayi berumur tiga bulan bernama Ilham Azaki karena mengalami infeksi saluran pernafasan akut saat proses pengungsian.
Selain itu, katanya, empat pasien dirujuk ke RSU Tidar Kota Magelang dan RS Kesehatan Ibu Anak Muntilan.
"Seluruh biaya perawatan untuk pasien pengungsi Merapi gratis sesuai dengan instruksi Bupati Magelang dan Gubernur Jateng," katanya.
Selama masa tanggap darurat 26 Oktober hingga 26 November 2010, katanya, biaya pengobatan warga Merapi yang terkena dampak erupsi gunung berapi di perbatasan antara Jateng dengan Daerah Istimewa itu gratis.
Bantuan kemanusiaan
Berdasarkan pantauan Kamis, bantuan berasal dari berbagai kalangan masyarakat baik di Magelang maupun luar kabupaten itu telah disalurkan baik oleh pemerintah kabupaten setempat maupun para donatur kepada para pengungsi di berbagai tempat penampungan.
Pihak Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Tengah menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi berupa paket barang untuk kebutuhan ibu, bayi, dan anak-anak.
Bantuan itu disalurkan melalui tempat pengungsian Desa Ngadipuro, Kecamatan Dukun oleh Seksi Organisasi IBI Jateng, Sugiarti.
Pihak IBI Jateng bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Pemkab Magelang juga membuka "Posko Bergerak" selama empat hari (28-31 Oktober 2010) di berbagai tempat pengungsian untuk melayani pemeriksaan kesehatan ibu, anak-anak, dan balita.
Relawan Posko Tanggap Darurat Paroki Sumber, Kecamatan Duku, sejak Rabu (27/10) hingga Kamis (28/10) telah menyalurkan bantuan kemanusiaan sedikitnya 3.500 nasi bungkus kepada warga Merapi.
Ia menjelaskan, bantuan itu sebagian besar langsung diserahkan pihak penyumbang kepada warga yang masih bertahan di rumah masing-masing di berbagai desa terakhir dari puncak Merapi dengan didampingi relawan posko setempat.
"Bantuan itu berasal dari berbagai kalangan terutama di Magelang dan Yogyakarta, khusus untuk mereka yang masih di rumah untuk menjaga keamanan dan mengurus ternak serta rumahnya," kata pegiat Relawan Posko Tanggap Darurat Paroki Sumber, Gunawan (38).
Pihaknya masih mengoordinasikan dengan berbagai kelompok penyumbang lainnya untuk lanjutan penyaluran kebutuhan makanan yang telah dimasak dan dikemas sebagai nasi bungkus.
Ia mengatakan, hingga saat ini warga Merapi terutama laki-laki yang harus bertahan di desanya, masih membutuhkan bantuan berupa makanan yang siap dikonsumsi.
"Karena yang perempuan harus mengungsi, sehingga mereka yang di rumah membutuhkan makanan yang telah dimasak," katanya.
Guru SMP Negeri 4 Kota Magelang, Titik Sufiani, mengatakan, aksi kemanusiaan berupa penggalangan dana dari berbagai kalangan masyarakat setempat dalam bentuk pentas mengamen dengan alat musik kontemporer, "marcingklung" (alat musik dari bambu), oleh puluhan pelajar sekolah itu menghasilkan uang sebanyak Rp4,17 juta.
"Kami akan belikan barang kebutuhan pengungsi terutama makanan untuk disalurkan kepada mereka yang menempati pengungsian di Srumbung, sekaligus kami akan mementaskan hiburan musik itu kepada pengungsi," katanya.
"Sehari setelah Merapi meletus, kami menangani empat persalinan, sedangkan tiga ibu hamil lainnya hingga saat ini masih menunggu kelahiran bayinya," kata Pelaksana Tugas Direktur RSUD Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dr Sasongko, di Magelang, Kamis.
Empat di antara tujuh ibu hamil yang bersalin di rumah sakit setempat, sehari setelah Merapi erupsi pada Selasa (26/10) petang itu adalah Mujiyati (29), warga Cabe Kidul, Kecamatan Srumbung dan Supriati (34), warga Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, masing-masing melahirkan bayi laki-laki dengan berat badan 3,2 kilogram dan 3,5 kilogram.
Budiati (23), warga Sumber, Kecamatan Dukun dan Sumini (39), warga Kamongan, Kecamatan Srumbung, masing-masing melahirkan bayi perempuan dengan berat badan 3,5 kilogram dan 2,5 kilogram.
Tiga ibu hamil yang masih menunggu persalinan di rumah sakit setempat masing-masing Priyanti, Narmi dan Muslimah, ketiganya warga Srumbung.
Ia mengatakan, Muslimah dengan usia kehamilan 27 minggu terjatuh saat mengungsi sehingga kandungannya sempat mengalami kontraksi.
"Pasien kemudian mendapat perawatan intensif dan saat ini kondisinya sudah stabil," katanya.
Pada kesempatan itu ia juga mengatakan, hingga saat ini pihaknya telah merawat sebanyak 92 pasien korban erupsi Merapi.
Sebanyak 46 di antara para pasien itu, katanya, telah pulang sedangkan 41 pasien masih dirawat dan seorang meninggal dunia yakni bayi berumur tiga bulan bernama Ilham Azaki karena mengalami infeksi saluran pernafasan akut saat proses pengungsian.
Selain itu, katanya, empat pasien dirujuk ke RSU Tidar Kota Magelang dan RS Kesehatan Ibu Anak Muntilan.
"Seluruh biaya perawatan untuk pasien pengungsi Merapi gratis sesuai dengan instruksi Bupati Magelang dan Gubernur Jateng," katanya.
Selama masa tanggap darurat 26 Oktober hingga 26 November 2010, katanya, biaya pengobatan warga Merapi yang terkena dampak erupsi gunung berapi di perbatasan antara Jateng dengan Daerah Istimewa itu gratis.
Bantuan kemanusiaan
Berdasarkan pantauan Kamis, bantuan berasal dari berbagai kalangan masyarakat baik di Magelang maupun luar kabupaten itu telah disalurkan baik oleh pemerintah kabupaten setempat maupun para donatur kepada para pengungsi di berbagai tempat penampungan.
Pihak Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Tengah menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi berupa paket barang untuk kebutuhan ibu, bayi, dan anak-anak.
Bantuan itu disalurkan melalui tempat pengungsian Desa Ngadipuro, Kecamatan Dukun oleh Seksi Organisasi IBI Jateng, Sugiarti.
Pihak IBI Jateng bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Pemkab Magelang juga membuka "Posko Bergerak" selama empat hari (28-31 Oktober 2010) di berbagai tempat pengungsian untuk melayani pemeriksaan kesehatan ibu, anak-anak, dan balita.
Relawan Posko Tanggap Darurat Paroki Sumber, Kecamatan Duku, sejak Rabu (27/10) hingga Kamis (28/10) telah menyalurkan bantuan kemanusiaan sedikitnya 3.500 nasi bungkus kepada warga Merapi.
Ia menjelaskan, bantuan itu sebagian besar langsung diserahkan pihak penyumbang kepada warga yang masih bertahan di rumah masing-masing di berbagai desa terakhir dari puncak Merapi dengan didampingi relawan posko setempat.
"Bantuan itu berasal dari berbagai kalangan terutama di Magelang dan Yogyakarta, khusus untuk mereka yang masih di rumah untuk menjaga keamanan dan mengurus ternak serta rumahnya," kata pegiat Relawan Posko Tanggap Darurat Paroki Sumber, Gunawan (38).
Pihaknya masih mengoordinasikan dengan berbagai kelompok penyumbang lainnya untuk lanjutan penyaluran kebutuhan makanan yang telah dimasak dan dikemas sebagai nasi bungkus.
Ia mengatakan, hingga saat ini warga Merapi terutama laki-laki yang harus bertahan di desanya, masih membutuhkan bantuan berupa makanan yang siap dikonsumsi.
"Karena yang perempuan harus mengungsi, sehingga mereka yang di rumah membutuhkan makanan yang telah dimasak," katanya.
Guru SMP Negeri 4 Kota Magelang, Titik Sufiani, mengatakan, aksi kemanusiaan berupa penggalangan dana dari berbagai kalangan masyarakat setempat dalam bentuk pentas mengamen dengan alat musik kontemporer, "marcingklung" (alat musik dari bambu), oleh puluhan pelajar sekolah itu menghasilkan uang sebanyak Rp4,17 juta.
"Kami akan belikan barang kebutuhan pengungsi terutama makanan untuk disalurkan kepada mereka yang menempati pengungsian di Srumbung, sekaligus kami akan mementaskan hiburan musik itu kepada pengungsi," katanya.





0 komentar:
Posting Komentar